Tentu kita semua sebagai warga Indonesia bangga negara kita memiliki pesawat sekelas sukhoi 30 yang mana memiliki teknologi tempur yang cukup mumpuni. Pesawat ini memiliki kecepatan maksimum hingga mencapai 2.0 mach atau setara dengan 2120 km/h. Tentunya kecepatan setinggi ini jelas membutuhkan gaya thrust yang sangat tinggi.



Pesawat tempur pastinya memiliki mesin yang lebih komplek dibanding pesawat konvensional semisal pesawat penumpang, karena sebagaimana yang kita tahu pesawat penumpang tidak memiliki kecepatan setinggi pesawat tempur sehingga secara otomatis tidak memerlukan afterburner atau dengan kata lain pesawat konvensional hanya memiliki dry thrust.

Afterburner merupakan salah satu sistem yang sangat penting pada sebuah pesawat tempur. Sehingga dengan adanya afterburner akan membuat sebuah pesawat tempur tidak hanya memiliki satu jenis thrust namun memiliki dry thrust dan juga afterburner thrust.

Dengan bantuan afterburner maka pesawat tempur mampu memiliki kecepatan diatas kecepatan suara atau sudah melewati kecepatan supersonik. Proses afterburner diawali dengan masuknya udara melalui inlet nozzle, setelah udara masuk melalui inlet nozzle maka udara akan terlebih dahulu dinaikkan tekanannya melalui kompressor. Setelah melewati compressor tentunya udara tersebut tidak hanya mengalami kenaikan tekanan namun juga mengalami kenaikan suhu secara isentropik. Kemudian setelah udara tersebut keluar dari kompressor maka akan bercampur dengan main fuel yakni gas avtur (Avionic Turbine), setelah bercampur maka campuran avtur dan udara tersebut akan dibakar pada burner sehingga akan menaikkan suhu gas sangat signifikan. Namun perlu diketahui bahwa yang namanya turbin pastilah memiliki kapasitas suhu maksimum yang disebut dengan Turbine Entry Temperature (TET), sehingga jika semua oksigen digunakan untuk proses pembakaran maka hal ini akan menyebabkan suhu yang gas yang sangat tinggi yang mana akan membuat turbine blades mengalami overheat yang mana akan merusak sudu-sudu dari turbin tersebut. Maka untuk mengatasi hal ini sebagian oksigen atau udara di-bypass melewati turbin. Setelah gas bersuhu tinggi melewati turbin maka aliran gas tersebut akan melewati afterburner yang mana secara otomatis setelah melewati afterburner ini akan meningkatkan suhu dan tekanan gas dan pada akhirnya gas akan keluar dari nozzle dengan kecepatan yang sangat tinggi.

Sebenarnya bagi pilot pesawat tempur tidak serta merta setiap saat harus mengaktifkan afterburner karena pada kecepatan normal hanya dengan gaya thrust yang keluar dari turbin sudah mencukupi. Sebagaimana diketahui efek dari penggunaan afterburner adalah konsumsi bahan bakar yang boros.

Pada pesawat sukhoi 30 menggunakan 2 mesin AL-31F afterburning low-bypass turbofan. Dari masing-masing mesin tersebut diketahui mampu menghasilkan gaya thrust dari afterburner hingga mencapai 12500 kgf atau setara dengan 122,58 KN, sedangkan untuk kemampuan dry thrust atau thrust tanpa afterburner mampu menghasilkan gaya hingga mencapai 7600 kgf atau setara dengan 74,5 KN untuk masing-masing mesin.

Apabila dibandingkan dengan salah satu pesawat buatan amerika yang bermesin ganda yakni F-15C streak eagle yang mana menggunakan dua mesin Pratt & Whitney F100 Afterburning Turbofan mampu menghasilkan gaya thrust dari afterburner hingga mencapai 23770 lbf atau setara dengan 105,7 KN untuk masing-masing mesin, sedangkan untuk kemampuan dry thrust mencapai 14590 lbf atau setara dengan 64,9 KN untuk masing-masing mesin maka kita bisa simpulkan ternyata pesawat sukhoi 30 yang kita miliki masih memiliki gaya thrust yang lebih besar dari F-15 C streak eagle milik amerika.

Meski demikian masing-masing jenis pesawat memiliki kekurangan dan kelebihan, namun setidaknya negara kita sudah memiliki beberapa armada tempur yang cukup baik dengan teknologi yang mumpuni pula.

referensi:


Wiki
NASA