Electricity untuk Stasiun Luar Angkasa

By Tinonwidita    Sains & Teknologi

Ketika stasiun luar angkasa beroperasi, tentunya stasiun tersebut membutuhkan energi listrik untuk melakukan banyak pekerjaan. Mungkinkah menggunakan kabel untuk mengalirkan listrik hingga ke luar angkasa, rasanya suatu hal yang tidak mungkin. Keadaan di luar angkasa tentu jauh berbeda dengan keadaan di bumi. Sebagaimana kita ketahui ketika berada di luar angkasa yang mana memiliki tekanan udara vakum, akan sangat menyulitkan bila untuk membangkitkan energi listrik pada suatu stasiun luar angkasa menggunakan genset, terdengar lucu dan aneh bukan. Maka untuk memenuhi kebutuhan listrik pada suatu stasiun luar angkasa digunakanlah Solar Cell Array System alias menggunakan radiasi matahari sebagai sumber energi utama.

Image : NASA

Solar cell array system yang digunakan pada stasiun luar angkasa terdiri dari 2 sayap solar array yang mampu ditarik atau yang biasa disebut dengan retractable. Masing-masing sayap solar array terdiri dari 33000 solar cell, yang dapat dipanjangkan hingga mencapai panjang maksimum 35 m dan lebar 12 m. Kedua sayap tersebut mampu ditarik dan disimpan dalam suatu kotak penyimpanan. Material yang sering digunakan untuk solar cell pada stasiun luar angkasa yakni Gallium Arsenide, meskipun gallium arsenide banyak digunakan pada stasiun luar angkasa, namun sebenarnya ada kombinasi material lain yang memiliki tingkat efisiensi penyerapan radiasi matahari lebih tinggi yakni dengan menggunakan kombinasi antara gallium arsenide dengan silicon. Setelah menghasilkan energi listrik yang cukup besar maka energi listrik tersebut disimpan dalam sebuah baterai, karena sebagaimana kita ketahui tentu tidak mungkin selama 24 jam solar array akan mendapatkan sinar matahari stasiun luar angkasa juga akan berotasi sebagaimana bumi berotasi, maka untuk memenuhi kebutuhan listrik ketika tidak terkena sinar matahari digunakanlah baterai sebagai sumber listriknya. Ketika dalam keadaan terkena radiasi matahari, maka sebanyak 60% dari energi listrik yang dihasilkan akan digunakan untuk mengisi baterai.

Tentunya baterai atau akumulator yang digunakan untuk menyimpan energi listrik jelas memerlukan desain khusus. Baterai yang digunakan pada stasiun luar angkasa menggunakan baterai nikel-hidrogen. Baterai ini berbeda dengan baterai nikel-metal hidrida disebabkan adanya hydrogen dalam fase gas pada baterai nikel-hidrogen. Baterai ini menggunakan elektrolit dari potasium hidroksida sebanyak 26%. Baterai nikel-hidrogen mengkombinasikan elektroda positif dari baterai nikel-cadmium dan elektroda negatif yang tersusun dari katalis dan elemen-elemen gas difusi dari fuel cell.

Selama proses discharge, hydrogen yang terkandung dalam pressure vessel dioksidasi menjadi air sementara itu elektroda nikel oksihidroksida diubah menjadi nikel hidroksida. Selanjutnya air akan dikonsumsi oleh elektroda nikel dan akan diproduksi oleh elektroda hydrogen sehingga hal ini akan menjaga konsentrasi elektrolit potasium hidroksida tetap stabil. Sebagaimana diketahui tekanan vessel dalam keadaan full charge mencapai 500 Psi atau setara dengan 3,4 Mpa, dan akan turun hingga menjadi sekitar 15 Psi atau setara dengan 0,1 Mpa pada keadaan full discharge. Bila baterai ini mengalami overcharged maka oksigen yang dihasilkan pada elektroda nikel akan bereaksi dengan hydrogen dan akan membentuk air. Kemampuan baterai untuk menahan overcharging juga bergantung pada kemampuan untuk menghilangkan panas yang dihasilkan dari proses pengisian baterai. Namun baterai jenis ini juga memiliki kekurangan berupa laju self-discharge yang begitu tinggi. Baterai ini memiliki densitas energi sebesar 75 Wh/kg dan daya spesifik sebesar 220 W/kg.

Dari total 8 set solar array system yang dipasang pada stasiun luar angkasa ternyata dapat menghasilkan daya listrik yang sangat besar yakni sekitar 84 hingga 120 KW, yang mana tentunya daya listrik sebesar ini sangat mencukupi kebutuhan listrik lebih dari 40 rumah.

Referensi :

WIKI

NASA

Comments



    Follow Us